Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, bahwasanya di Saniangbaka alek perkawinan di rumah marapulai, dan anak daro biasanya diselenggarakan pada hari yang sama, dengan pusat baralek berada di rumah anak daro. Yang disebut dengan manjapuik marapulai disini adalah kedatangan marapulai ke rumah anak daro pada malam hari setelah proses penjamuan alek/alek kenduri selesai dilaksanakan. Kedatangannya harus dijemput menurut adat, dan kepulangannya-pun harus diantar secara adat.
Maksud dan Tujuan
Upacara manjapuik marapulai pada saat hari baralek bertujuan untuk menjalankan tradisi adat yang ada di Saniangbaka atau Minangkabau pada umumnya. Setelah menikah, seorang laki-laki harus tinggal di rumah perempuan. Pada hari baralek, kedatangannya kerumah istrinya harus dijemput terlebih dahulu, dan perginya diantar oleh keluarganya, sesuai dengan tradisi adat yang berlaku.
Metode Pelaksanaan
Proses penjemputan marapulai oleh pihak anak daro dilakukan setelah alek kanduri di rumah anak daro usai. Waktunya sekitar jam 9 malam, tergantung cepat atau tidaknya alek kenduri selesai.
Paja kenek
Untuk manjapuik marapulai ditugaskan dua orang paja kenek (anak kecil), yang umurnya berkisar antara 7 s/d 10 tahun, dan berpakaian menurut adat. Masing-masing mempunyai tugas yang berbeda. Salah seorang nantinya ditugaskan membuka tirai pintu kamar anak daro, pada saat marapulai memasuki kamar, diistilahkan dengan palantung kandang. Yang seorang lagi membawa kaduik (kantong) berserta perlengkapannya, berupa sirih langkok, yang dibungkus menggunakan saputangan lebar disertai dengan tali kabau, yaitu sebentuk cincin emas, yang diikatkan pada saputangan pembungkus kaduik. Kedatangan mereka diantar oleh seorang ninik mamak sapasukuan dari pihak anak daro. Sesampainya di rumah marapulai, tali kabau tadi diserahkan kepada orang yang dipercaya di keluarga marapulai, seperti ninik mamak, atau orang tuanya.
Persiapan di rumah anak daro
Setelah paja kenek berangkat, di tempat anak daro ninik mamak mulai mengumpulkan urang sumando, terutama sumando sapasukuan terdekat yang ada di lingkungan rumah, untuk bersiap-siap menyambut kedatangan marapulai baru.
Makna dan Sejarah
Berdasarkan hasil rangkuman dari penuturan beberapa informan, ada beberapa makna dan sejarah terkait dengan tradisi manjapuik marapulai, yaitu:
Kenapa marapulai harus dijemput untuk datang ke rumah anak daro?
Menurut Dartukni Mandi Panduko Rajo:
“Marapulai dianggap sebagai orang baru yang belum tau jalan menuju ke rumah anak daro.” Apalagi perkawinan zaman dahulu sarat dengan perjodohan, yang segala urusan diselesaikan oleh ninik mamak. Bahkan kedua pengantin ada yang hanya bertemu pada saat akad nikah saja. Ditambah lagi dengan penjemputan dilakukan pada malam hari, dan dulu belum ada listrik seperti saat sekarang. Tentu alun tarang jalan nan kaditampuh (belum terang jalan yang akan ditempuh) oleh marapulai.”
Selain itu juga untuk menjaga harga diri anak kemenakan. Ninik mamak marapulai tidak mau martabatnya direndahkan. Sebelum dijemput mereka tidak akan melepaskan kemenakannya ke rumah anak daro.
Pemberian tali kabau
Pada saat menjemput marapulai, tali kabau merupakan sebagai pengikat agar pihak marapulai tidak mungkir janji. Silek basimpai, tabuh bagandangan. Maksudnya dalam melakukan segala sesuatu harus bersiasat. Marapulai diibaratkan dengan kerbau yang harus diikat pakai tali. Diwakilkan dengan cincin emas agar bisa dituntun ke rumah anak daro.
Adat manjapuik marapulai dulu bisa dilakukan sampai tengah malam, karena menunggu selesainya alek kenduri. Sekarang biasanya jam sembilan malam marapulai sudah dijemput. Masyarakat tidak lagi tertarik untuk datang menghadiri alek kenduri, sehingga tamu yang datang sedikit, dan acaranya bisa cepat selesai.
Tali kabau, yang dibawa pada saat manjapuik marapulai merupakan simbol pengikat, yang dipinjamkan sementara oleh keluarga anak daro. Sesampai di rumah anak daro, tali kabau diserahkan kepada orang yang dipercaya, seperti: ninik mamak, atau orang tua marapulai, dan harus dikembalikan kepada keluarga anak daro pada saat maantaan marapulai.