Adat di Saniangbaka pada saat baralek marapulai mempunyai kewajiban dalam menyediakan beberapa jenis pakaian untuk istrinya, yang dinamakan dengan kain pambali. Kata maantaan kalau diterjemahkan artinya menghantarkan. Sedangkan kain pambali, dari berbagai sumber yang penulis wawancarai tidak ada yang tahu persis apa maksudnya. Mereka menjawab bahwasanya kata tersebut merupakan warisan dari nenek moyang terdahulu. Tapi ada juga yang mengartikan dengan pembelian dari keluarga ayah (induk bako). Karena kain pambali memang dihantarkan oleh induk bako ke rumah marapulai, dengan tradisi adat, dan harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Maksud dan Tujuan
Tradisi adat maantaan kain pambali dilakukan untuk menyerahkan bantuan dari keluarga induk bako(ayah) ke rumah marapulai. Kain pambali diserahkan untuk meringankan beban marapulai dalam menyediakan pakaian untuk istrinya.
Pelaksanaan
Kegiatan maantaan kain pambali dilakukan pada siang hari baralek oleh induk bako ke rumah marapulai. Waktunya siang hari, setelah shalat zuhur. Dihantarkan oleh ibu-ibu orang sapasukuan dan pasumandan menggunakan dulang randah, dan saok aia, dengan cara dijunjung di atas kepala. Mereka secara beriringan datang ke rumah marapulai dengan berpakaian menurut adat, yaitu: berbaju kurung, bakodek basalendang atau berkerudung (Dartukni Mandi Panduko Rajo).
Saat ini banyaknya jumlah kain pambali yang dihantarkan minimal 5 potong, yang terdiri dari: kain songket, baju kebaya, baju kurung, baju kadapua(pakaian rumahan), disertai dengan jilbab. Biasanya diserahkan sebanyak 2 pasang untuk masing-masingnya.
Tapi sebenarnya tidak mutlak diserahkan sepenuhnya, disesuaikan dengan kesanggupan. Bagaimanapun juga tingkat perekonomian rumah bako berbeda-beda. Bagi yang berada tidak masalah untuk membelikan semuanya, bahkan bisa membelikan kain yang berharga mahal.
Kain pambali yang dihantarkan oleh induk bako, nantinya akan diserahkan oleh keluarga marapulai ke keluarga anak daro pada saat maantaan marapulai. Banyaknya kain pambali itu delapan potong. Seandainya hantaran dari bako tidak mencukupi, maka kekurangannya akan dilengkapi oleh keluarga marapulai.
Makna dan Sejarah
Secara adat di Minangkabau seorang anak sepenuhnya menjadi tanggung jawab mamak, baik dalam hal mendidik, maupun memberi nafkah. Tradisi menghantarkan kain pambali ini merupakan wujud tanggung jawab keluarga ayah terhadap anak pisang-nya, yang sedari kecil lebih banyak dibesarkan oleh keluarga ibunya.
Mereka membantu sesuai dengan kesanggupannya. Walaupun yang dihantarkan kain pambali, tetapi tetap harus sesuai dengan ketentuan adat. Kain pambali yang diantarkan disertai dengan pisang dan beras yang dimasukkan ke dalam saok aia pandan.
Semua hantaran tersebut tidak hanya berasal dari keluarga inti ayah marapulai, tapi juga dari karib kerabat sapasukuan.
Dahulu kain pambali yang dihantarkan terdiri dari 8 jenis. Saat ini atas kesepakatan Kerapatan Adat Nagari (KAN) disederhanakan menjadi 5 saja. Sebenarnya tradisi maantaan kain pambali tidak jauh beda dengan maantaan nasi pamanggia. Sama-sama dihantarkan oleh induk bako. Tujuannya pun sama-sama membantu meringankan beban anak pisang, dan wujud tanggung jawab induk bako terhadap anak pisang. Barang hantaran juga sama-sama ditaruh di dalam saok aia. Bedanya hanya pada tujuan, dan barang yang dihantarkan, serta waktu penghantaran. Tabel 4 menyajikan perbedaan antara nasi pamanggia, dan kain pambali: