Selanjutnya, jika telah ada kata mupakat antara pihak laki-laki dan perempuan, dan telah saling kenal mengenal antara kedua keluarga, selanjutnya tentu ditentukan hari baik dan bulan baik untuk mengadakan resepsi pernikahan. Dalam hal ini keluarga harus bersepakat terlebih dahulu, yang dinamakan dengan manakuk hari atau duduk baropok.
Maksud dan Tujuan
Duduk baropok ini hanya dilakukan oleh pihak anak daro karena dia yang punya alek, marapulai menerima serta memenuhi kewajibannya apa-apa yang ditentukan oleh adat. Setelah hari baralek si sepakati, manti dari pihak perempuan baru mengabarkan ke pihak laki-laki melalui Manti-nya pula. Akad nikah tetap dilaksanakan di tempat perempuan.
Menurut Dartukni Mandi Panduko Rajo, hari baralek di Saniangbaka dahulunya selalu diadakan pada hari Jum’at atau Minggu. Alasannya orang-orang dahulu banyak yang berladang di daerah pebukitan yang ada di sekeliling nagari Saniangbaka. Mereka biasanya berangkat ke ladang pada hari Senin pagi, dan pulang pada petang kamis malam jum’at. Jadi mereka berada di rumah dari hari Jum’at sampai Minggu. Disamping itu hari balai di Saniangbaka setiap hari Jum’at, dan Sumani nagari tetangga pada hari Minggu. Sehingga memudahkan dalam mencari bahan kebutuhan untuk masak memasak.
Kalau terjadi pertemuan jodoh antara laki-laki dan perempuan salah satunya berasal dari luar nagari Saniangbaka, dapek bilalang dek manyabik, atau dengan perantara, maka keluarga itu harus saling kunjung mengunjungi terlebih dahulu. Tujuannya untuk mempererat hubungan kekeluargaan, karena yang kawin bukan anaknya saja, tetapi keluarganya juga wajib dipergauli.
Makna dan sejarah
Manakuk hari di rumah anak daro
Dalam tradisi Minangkabau, pernikahan diadakan di rumah anak daro. Marapulai dijempuk ke rumahnya ibunya oleh pihak anak daro. (Dt. Sinaro Sati, 2021: 124) Hal ini juga berlaku di Saniangbaka. Mengapa pusat baralek, dan Manakuk hari dilakukan oleh pihak anak daro? ternyata ada sejarahnya. Menurut Dartukni Mandi Panduko Rajo, ketika perkawinan dilakukan di Minangkabau, maka setelah menikah laki-laki akan tinggal di rumah perempuan. Dalam adat diistilahkan dengan
Sigai mancari anau,
anau tatap sigai baranjak
kabau pai kubangan tingga
(laki-laki datang ke tampat perempuan, kalau terjadi perceraian, laki-laki pergi, perempuan tetap tinggal di rumahnya. Harta yang dibawa, harta terbawa di badan). Diistilahkan juga dengan lumpur yang melekat di tubuh kerbau.
Seandainya sudah dibuatkan rumah di tanah pihak perempuan, jika terjadi perceraian tetap tidak boleh dibawa/tidak ada hak laki-laki disana. Makanya orang-orang terdahulu, sebelum mempunyai anak perempuan, walaupun sudah cukup harta/sudah mempunyai kesanggupan, tetap belum mau membuatkan rumah untuk anak istrinya. Hal ini diistilahkan dengan:
Hiduik batampek,
mati bakubua.
tampek hiduik di rumah gadang,
tampek mati di tanah lawang (pandam perkuburan)
Urang sumando
Dalam rumah gadang, biasanya pengantin baru ditempatkan di kamar yang paling ujung. Kedatangan sumando baru, akan menggeser kamar sumando sebelumnya yang menempati kamar tersebut. Makanya, pada saat manakuk hari, perlu dimusyawarahkan dengan baik menyangkut posisi urang sumando. Ibarat manenteng minyak panuh jaan sampai tumpah, harus dibicarakan dengan hati-hati, jangan muncul riak-riak dan terjadi kesalahpahaman.
Janang
Janang, nan disabuik bujang palanggam. Tugasnya menghidangkan makanan pada saat baralek. Keberadaannya sangat dibutuhkan, karena bisa menjadi penentu cepat atau lambatnya selesai alek kenduri. Alek belum akan dimulai sebelum makanan diletakkan pada tempatnya oleh janang. Kesalahan janang akan menjadi buah bibir bagi tamu yang datang.
Makanya pada saat manakuk hari harus ditunjuk janang yang tepat. Syaratnya anak muda, yang mengerti adat, berpakaian lengkap, berbaju langan panjang, berkopiah, berkain sarung, jalan dituruik adat dipakai.
Saat ini budaya manakuk hari, masih tetap dilakukan di Saniangbaka. Tetapi perundingan tidak hanya di pihak perempuan saja. Pihak laki-laki juga diundang untuk diminta persetujuan. Seiring dengan perkembangan zaman, semakin luasnya pergaulan, dan beragamnya profesi masyarakat. Pihak laki-laki juga berkepentingan dalam menentukan hari baralek. Bahkan saat ini baralek di Saniangbaka tidak hanya dilakukan pada hari Jum’at atau Minggu,di hari lain-pun sudah banyak yang melakukannya.
Hal ini dipengaruhi dengan semakin banyaknya penduduk yang bekerja kantoran atau ASN. Kecenderungan mereka datang baralek bersama-sama pada hari kerja.
Selain itu hari baralek pun antara pihak anak daro, dan marapulai saat ini sudah banyak yang berbeda. Kalau dahulu selalu diselenggarakan di hari yang sama. Tujuannya agar pengantin bisa bersanding sehari penuh, guna menyambut tamu yang datang.