Mambuek ambu-ambu, kalau diterjemahkan ke bahasa indonesia, menjadi membuat bumbu. Merupakan salah satu tradisi adat alek perkawinan yang unik di Saniangbaka. Bumbu yang dimaksud disini adalah bumbu utama yang akan digunakan untuk memasak gulai cubadak, makanan inti pada saat hari baralek di Saniangbaka.
Mambuaek ambu-ambu bertujuan untuk membantu meringankan tugas dan beban keluarga pengantin dalam membuat bumbu untuk memasak gulai cubadak yang jumlahnya cukup banyak.
Kegiatan ini biasanya dilakukan antara 2 sampai 1 minggu sebelum hari baralek diselenggarakan. Bahan untuk ambu-ambu terdiri dari kelapa yang diparut, kemudian direndang, lalu digiling halus hingga mengeluarkan minyak. Ambu-ambu ini dibuat dihari khusus, dengan cara yang cukup unik.
Mambuek ambu-ambu dikerjakan oleh kaum ibu yang terdiri dari: sipangka (tuan rumah) yang terdiri dari: sumandan (keluarga suami), tetangga, dan juga saudara sapasukuan. Di Minangkabau karib kerabat yang satu kaum/keturunan dari pihak ibu dinamakan dengan sapasukuan. Mereka datang ke rumah baralek dengan membawa perlengkapan untuk membuat bumbu, seperti: batu giling, kuali besar, dan ada juga yang membawa kelapa. Bumbu dibuat secara bergotong-royong di tempat baralek.
Disana mereka berbagi tugas, ada yang merendang, ada yang menggiling, dan ada juga yang memasak. Sedangkan laki-laki membantu memarut kelapa.
Setelah ambu-ambu selesai dikerjakan, semua tamu yang datang menikmati makanan yang disediakan oleh tuan rumah, dengan menu sederhana, yang dimasak secara bersama-sama oleh ibu-ibu yang membuat ambu-ambu.
Pada zaman dahulu perekonomian masyarakat di Saniangbaka mungkin tidak sebaik sekarang. Bagi sebagian besar masyarakat, jangankan untuk biaya baralek, untuk kebutuhan sehari-hari saja mereka masih kesulitan untuk memenuhinya. Ada yang sampai menggadaikan sawah untuk membiayai baralek anak kemenakannya.
Tradisi mambuek ambu-ambu merupakan salah satunya bertujuan untuk meringankan biaya sipangka. Ambu-ambu merupakan bumbu utama yang digunakan untuk samba gulai cubadak. Kebutuhan untuk itu cukup banyak, dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuatnya.
Untuk itu karib kerabat bersama-sama bergotong royong membantu meringankan beban silang nan bapangka (sipangka). Mereka datang membawa peralatan untuk membuat bumbu, seperti kuali, batu giling, dan ada juga yang membawa kelapa, disamping bantuan tenaga.
Adat mambuek ambu-ambu sampai saat ini masih berlangsung di Saniangbaka. Prosesnya tidak banyak berubah. Perbedaannya, saat ini pekerjaan tersebut tidak hanya melibatkan keluarga sapasukuan, tetapi juga diikuti oleh warga dari suku lain, yang merasa punya kedekatan dengan keluarga pengantin.
Ada beberapa hikmah yang terkandung dalam tradisi mambuek ambu-ambu ini:
Karib-kerabat saling bahu membahu membantu meringankan pekerjaan keluarga pengantin dalam mempersiapkan bahan untuk baralek
Menjadi ajang silaturahmi bagi karib kerabat, terutama kaum ibu untuk berkumpul dan bergotong royong dan bercengkrama dengan karib kerabatnya.
Merupakan penerapan dari falsafah minangkabau, berat sama dipikul ringan sama dijinjing.
Tadisi ini secara tidak langsung merupakan wujud dari pelestarian kekayaan budaya kuliner di minangkabau.