Merupakan tradisi adat untuk menanti kedatangan marapulai, dan keluarga yang mengantarkannya di rumah anak daro. Merupakan upacara penyambutan marapulai secara resmi, yang akan menetap dan tinggal di rumah istrinya.
Maksud dan Tujuan
Tradisi ini bertujuan untuk menyerahkan marapulai dari keluarganya ke keluarga anak daro. Upacara ini dilakukan secara adat, yang dihadiri oleh pemuka adat, ninik mamak, dan keluarga besar dari kedua mapelai.
Pelaksanaan
Pengaturan tempat duduk
Pada saat rombongan marapulai sampai di depan rumah anak daro, mereka berdiri sejenak memastikan seluruh anggota rombongan telah sampai. Selanjutnya dengan sedikit basa-basi silang nan bapangka mempersilahkan sumandan untuk memasuki rumah.
Tempat duduk urang salapan suku, marapulai, dan urang sumando diatur secara adat. Marapulai duduk di atas kasua talakat. Urang salapan suku duduk berhadapan diantara dulang tinggi dan dulang randah bersisian dengan kamar anak daro. Di samping kiri dan kanan marapulai duduk tuan pandito dan kakak urang mangaji. Urang sumando duduk membelakangi kamar. Kalau ada penghulu yang menanti, duduknya di ujung sebelah kanan membelakangi halaman, bersama dengan sipangka lainnya.
Setelah semua duduk pada tempatnya, diulailah acara mananti marapulai, dengan silang nan bapangka membuka kata pasambahan dan maemudik-an sirih (menjalankan sirik) yang ada di carano.
Lamak sirih dikunyah-kunyah,
lamak kato dipakatoan,
sirih sakapua umpamo lah masak,
sirahnyo lah tampak dibibia,
kaleklah tingga di rakungan,
pikiran lah tabik akalah tumbuh.
Artinya sirih dilambangkan sebagai pembuka kata. Setelah sirih dikunyah, terbukalah pikiran untuk memulai pembicaraan.
Mamudik-an uang adat
Selanjutnya tuan pandito manyambah ka silang nan bapangka(sipangka) untuk membagikan uang adat, yang diistilahkan dengan mamudiak-an kumayan nan barasok jo nan tak barasok.
Setelah itu sipangka akan menjalankan piring berisi amplop yang jumlahnya sudah disesuaikan dengan jumlah orang yang akan deberikan uang adat, seperti: ninik mamak, tuan pandito, kakak mangaji, janang, dan urang sumando. Urang salapan suku tidak mendapatkan uang adat di rumah anak daro, karena sudah diberi oleh keluarga marapulai pada saat pelepasan.
Selanjutnya dibacakan do’a sepatah oleh kakak mangaji untuk meminta rahmat dari Allah SWT, semoga menjadi keluarga sakinah, panjang umur, murah rezeki.
Mamasuk-an ayam ka dalam kandang
Setelah itu barulah dimasukkan ayam ke kandangnya (marapulai masuk kamar). Paja kenek yang ditugaskan manjapuik marapulai, berdiri membuka tirai kelambu kamar penganten untuk mempersilahkan marapulai masuk.
Di dalam kamar sudah menunggu anak daro didampingi oleh dua orang perempuan setengah tua, tuo balun mudo talampau. Satu orang dari kaum anak daro, dan satu lagi dari rumah bako-nya. Tugas mereka menyajikan dan membereskan hidangan nasi lamak dan pisang untuk marapulai dan anak daro, serta membantu melepaskan baju gadang marapulai.
Sedangkan di luar kamar sipangka, keluarga marapulai, dan urang salapan suku menikmati hidangan yang sama, yang diletakkan di atas dulang tinggi.
Tidak lama setelah itu, karena niatlah sampai, marapulai sudah diserahkan ke silang nan bapangka, urang salapan suku memohon pamit untuk maurak selo, kembali ke rumah masing-masing. Oleh silang nan bapangka mereka diberi buah tangan berupa nasi lamak yang dimasukkan ke dalam limeh.
Maliek hari
Setelah seluruh alek turun, marapulai dan anak daro keluar dari kamar, yang diiringi oleh 2 orang perempuan tadi. Mereka berdua duduk di depan kamar. Sekitar 10 – 15 menit setelah itu marapulai meminta izin untuk maliek hari keluar rumah, ditemani oleh urang sumando yang sudah menunggu di luar.
Pengertian dari maliek hari sebenarnya adalah melihat situasi diluar. Itu hanya kiasan. Biasanya marapulai keluar untuk pergi ke kamar mandi. Kalau dulu rumah di kampung tidak ada yang punya kamar mandi. Orang-orang MCK di surau atau di batang air.
Menurut Dartukni Mandi Panduko Rajo, Jauh sebelumnya, maliek hari digunakan oleh marapulai untuk pergi ke buah balai untuk menemui mamak-nya yang sudah menunggu disana. Pada kesempatan itu mamaknya kembali mengajari kemenakannya perihal perilaku dan adab marapulai baru di rumah anak daro. Termasuk bangun sebelum waktu subuh masuk, dan pulang kembali ke rumah orang tuanya. Sekitar setengah jam berselang marapulai disuruh kembali pulang ke rumah anak daro.
Marapulai pulang subuh
Malam pertama itu sebenarnya tidak sepenuhnya dinikmati oleh kedua pengantin. Proses dari manjapuik marapulai, sampai maliek hari terkadang selesainya lewat tengah malam. Sebelum subuh, marapulai pun sudah harus pulang ke rumah orang tuanya. Biasanya pada saat subuh kedua pengantin akan dibangunkan.
Makna dan Sejarah
Pada upacara adat penyambutan marapulai ada beberapa makna yang bisa diambil, terutama terkait dengan pengaturan tempat duduk, dan uang adat.
Dalam adat Saniangbaka pengaturan tempat duduk pada saat upacara adat penyambutan marapulai mempunyai makna tersendiri. Marapulai dan urang sumando tempat duduknya selalu di depan kamar, sedangkan ninik mamak, duduknya membelakangi halaman/dekat dengan pintu. Mengutip dari Dartukni Mandi Panduko Rajo:
“Tujuan menduduk-an marapulai/sumando di muko bilik adalah untuk pangabek, supayo urang sumando ko jan murah lari. Jikok nyo ka turun tantu melewati urang banyak. Sadangkan ninik mamak, inyo mangko diduduk-an dakek pintu, inyo kadisarayo-sarayo dan indak paralu dikabek. Kok ka pai bana, inyo pasti ka babalik juo.”
Maksudnya, tujuan mendudukkan urang sumando baru di depan kamar adalah sebagai pengikat, supaya mereka jangan sampai lari. Sedangkan ninik mamak diletakkan di depan pintu supaya mereka mudah untuk disuruh pergi mengurus segala sesuatunya. Jika mereka pergi pasti akan berbalik kerumah.
Uang adat merupakan sesuatu yang lazim diberikan pada setiap upacara adat. Termasuk pada saat pelepasan dan penyambutan marapulai. Permintaan uang adat disampaikan dengan kiasan, terkadang terjadi pula tawar menawar, yang diistilahkan dengan hari bulan. Berikut kutipan percakapan antara sipangka dengan tuan pandito dalam tawar menawar uang adat:
Tuan pandito : Mudik-an lah kumayan nan barasok jo nan tak barasok lai tuan manti.
Sipangka : Bara hari bulan kini tuan pandito
Tuan pandito : Panuh hari bulan kini mah
Sipangka : Bulan sayuik kini mah tuan pandito, yo babari se dek rila jo maaf.
Makna mudik dalam bahasa minang naik atau menuju ke tempat yang lebih tinggi, atau lawan dari kata ilia (hilir). Dalam upacara adat, urang salapan suku atau pemuka adat duduk di bagian atas/ujung rumah gadang. Sedangkan sipangka duduk di dekat pintu (pangkal). Maksud mudik disini adalah menyodorkan uang adat dari pangkal ke ujung/dari sipangka ke pemuka adat.
Sedangkan Maksud panuh hari bulan adalah: isi amplopnya minta dilebihkan dari biasanya. Sedangkan hari bulan sayuik (akhir bulan), maksudnya isi amplopnya agak kurang dari biasanya.
Jumlah uang adat berkisar antara 20.000,- s/d 30.000,- Jika silang nan bapangka mengatakan:
“Bulan sayuik kini mah tuan pandito mohon bari rila jo maaf,” (Sekarang sudah akhir bulan tuan pandito, tolong diberi rela dan maaf).
Merupakan bentuk permohonan maaf dari sipangka, karena isi amplopnya sedikit. Ada banyak istilah kato malereang lainnya yang disampaikan terkait dengan pemberian uang adat, seperti: .
Jan dimakan lo banih jo balibih (jangan sampai uang adat dikorupsi oleh ninik mamak)
Di muko tumburan tu gadang-an banih e agak saketek (untuk ninik mamak dilebihkan sedikit isinya)
Sebagian dari adat mananti marapulai sebenarnya sudah banyak yang berubah, diantaranya adalah:
Pada saat masuk ke dalam kamar, marapulai dan anak daro makan di dalam kamar, bersamaan dengan orang salapan suku yang sedang duduk di luar. Dulu yang dimakan adalah nasi. Bahkan jauh sebelumnya, nasi lamak dan tapai. Sekarang nasi lamak dan pisang, sama dengan yang dihidangkan untuk tamu di luar. Perubahan tersebut merupakan hasil kesepakatan KAN, sesuai dengan petuah adat, adat lamo pusako usang, usang-usang dibarui.
Tradisi pelepasan dan penyambutan marapulai di Saniangbaka dianggap sebagai satu kesatuan dengan tradisi manjapuik marapulai.
Maliek hari bertujuan agar sipangka mempunyai waktu untuk berkemas membereskan pakaian marapulai, makanan, dan merapikan kamar penganten dari sampah dan sisa kotoran makanan yang terserak.
Hidangan yang disajikan pada saat pelepasan di rumah marapulai, dan saat penyambutan di rumah anak daro sama, yaitu: nasi lamak dan pisang, yang diletakkan di atas dulang tinggi dan dulang randah. Bedanya dulang tinggi di rumah anak daro tidak memakai kain penutup (dalamak).
Pulang subuh pada waktu dulu berlangsung selama seminggu, tetapi saat ini pada prakteknya di hari kedua biasanya marapulai sudah pulang pagi hari. Seperti yang disampaikan oleh Akhyar Rangkayo Batuah, “kini adat ndak bisa terlalu diregang bana lai, karano lah dihukum maso.” Maksudnya aturan adat saat ini tidak bisa terlalu dipaksakan, karena zaman sudah berubah.